Halaman

Translate

Senin, 31 Maret 2014

Apakah Nama Gelar itu... *penting untuk dicantumkan?*

Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan balasan email dari seorang yang memang sebelumnya saya mengirimkan dia email, email ini sifatnya agak sedikit bersifat pribadi sih makanya balasannya pun lumayan privasi, tapi diakhir kalimat perut saya sempat tergelitik untuk menahan tawa, bukan karena isi balasan emailnya yang lucu, tapi kalimat terakhir yang terketik di layar kotak masuk email saya, disana tertulis nama gelar si pengirim email tersebut, panjaaannggg plus depan belakang gelar berjejer, hihi :D haduhh apakah penting sebuah gelar dicantumkan? atau memang saya yang norak ya? :p

Email yang isinya cukup membuat saya menahan nafas karna isinya memang serius seketika jadi buyar dan membuat saya menahan rasa tawa yang cukup lama, dan akhirnya jadi bingung entah harus saya balas apa email tersebut, hihi :D
entah apa maksud dia menambahkan daftar gelar *ilusi* yang dia tuliskan di depan-belakang nama dia. Mengapa gelar-gelar nama akademis sering dipakai atau dituliskan? seberapa pentingkah? mengingat ada banyak juga perilaku para akademisi juga yang entah itu secara asal atau sengaja menuliskan nama gelarnya rajinnn banget :) di surat undangan pernikahan mau pun pada sebuah kartu nama.

Logika yang saya pahami seperti ini sih,
Simplenya, apa penting sebuah gelar *misal* SH dicantumkan jika dia bekerja di bidang tata boga? atau dia sarjana pendidikan Biologi tapi bekerja sebagai pengrajin Kue? kira-kira gelarnya dia cukup pentingkah untuk dicantumkan? *hehe bawaan katrok nih*

Gelar akademisi kan cuma tanda bahwa dia telah menyelesaikan pendidikan tertentu, tapi ngga begitu pentingkan untk menuliskan nama gelarnya disetiap aktivitas tertentu? Pangkat atau gelar tidak menjadi tolak ukur seberapa besar kemampuan yang ia miliki atau kredibilitas yang ia pertahankan, tetap kualifikasinya yang nanti akan dinilai bukan *nama gelarnya*. ya pake *nama gelar* yang bikin berat juga ngga begitu penting dari pada *menyandang gelar* yang memang didapat dari proses akademi yang kredibel. buat apa bergelar tapi ngga kredibel? *kata guru sayah* :)
Kalau memang udah pakarnya gelar juga engga bisa jadi identik dengan kepakarannya. gelar juga memang dibutuhkan sebagai jalan menuju Expertise dibidangnya tapi ya ngga bisa jadi jaminannya juga sih. :)

Atau yang sering buat saya ngeh saat nama gelar berderet pada tulisan surat undangan pernikahan, wah ini apa hubungannya ya? hihi :D lah wong di ijab kabul saja ndak pake embel embel saya terima nikahnya Er Wulandari, SH,SEI, ST, SPt, SKG, MM, MT, MSc, MBA, SpOG, PhD, M.Eng binti Fulan dengan maskawin tersebut dibayar tunai. (ribet amat yak) -_-
Kalo nama gelar saya ya cukup Er wulandari istri dari Jauzan shalih dan Ibu dari anak anak shalih.. *aamiin* :D

Bagi saya letak kredibilitas kepribadian saya bukan ada pada nama gelar akademis saya, tapi sejauh mana saya bisa menerapkan pemikiran yang sempurna pada diri saya dengan dilihat dari aturan apa yang saya pakai saat bersyakssiyah dan bernafsiyyah. dan dengan apa yang sudah saya lakukan pada diri orang lain bisa lewat tulisan atau apapun medianya yang dapat mempengaruhi pola pikir seseorang yang membacanya. :)

Sesunggunya yang benar hanyalah Milik Allah.



Selasa, 11 Februari 2014

Pasukan Penyebar #CintaMulia

Begitu mudahnya, begitu cepatnya, sehingga kaum ini telah terbiasa. Ya, kaum ini terbiasa mengikuti ajaran dan aturan yang sama sekali tidak pernah datang dari Tuhannya. Kaum ini masih labil, dengan kesederhanaannya berpikir, dan keterbatasannya mencerna, sehingga memudahkannya menjadi kaum pembebek. Kaum yang terbiasa beraktivitas pada kemaksiatan, yang melupakan diri pada norma dan aturan. Kemarin perayaan natal, kemudian tahun baru, tidak lama perayaan imlek, berasaskan toleransi mereka tutup telinga dan mata atas sejarah apa yang ada dibalik perayaan itu, sejarah paganisme, sejarah yang menjauhkan diri dari kemuliaan dan kehormatan. Sebagian kaum ini mengetahui, tapi sebagian menutup diri. padahal tak akan sampai puas orang-orang yahudi sampai kaum ini mengikutinya (budaya dan ajarannya). Ya, inilah kaum yang Agamanya memiliki kekhasan yang menerangi seluruh alam, tapi sebagian umatnya memiliki lemahnya iman.

Teringat perkataan seorang teman, "Kalau kamu mau lihat bagaimana penampakan Kapitalisme, lihatlah tanggal 14 februari nanti. Begitu banyak aktivitas yang menjauhkan diri dari kemuliaan, begitu banyak brand-brand yang memfasilitasi hari kemaksiatan, karena bagi kapitalis yang penting adalah keuntungan."
Saya dengarkan dengan seksama, kemudian saya berpikir jika yang dia maksud adalah hari valentine maka penampakan kapitalisnya ialah begitu banyaknya pebisnis-pebisnis kapitalis yang memanfaatkan moment perayaan ini dengan memfasilitasi apa yang menjadi ikon perayaan ini, seperti kartu ucapan valentine, coklat, bunga, beserta paket valentine (kondom). Mereka selalu mencari celah-celah kecil agar kemudian mereka mendapatkan keuntungan material. Naudzubillah

Saya beranikan diri menjawab pernyataan dia, "Kalau kamu mau melihat penampakan penyegar mata, nanti lihatlah hari-hari sebelum hari maksiat itu ada, akan ada sekelompok manusia yang dengan lisannya ia mengubah dan mencerahkan para pelaku hari kemaksiatan, mereka bekerja secara masif, mereka siap berada dibarisan terdepan menegakan yang ma'ruf."

Mereka adalah para generasi muda yang selalu siap mengabdikan dirinya sebagai penolong Agama Allah, mereka adalah para pasukan penyebar #CintaMulia.
bermodalkan buklet #cintamulia yang didownload dari akunnya Ust. felix Siauw saya print dan bagikan kepada mereka para aktivis hari maksiat. saya bagikan pada pasukan penyebar #CintaMulia, dengan semangatnya mereka dan kesungguhan mereka, adalah kewajiban bagi mereka untuk menyebarkannya, menyebarkan opini-opini anti hari maksiat, dengan begitu akan semakin banyak orang-orang sekitar mereka yang tercerahkan, dan mafhumnya menjadi sempurna.
Budaya liberal harus ditolak, dengannya akan menghadirkan permasalahan - permasalahan pada umat, dengannya akan merusak para generasi penerus Islam, dengannya akan menjauhkan kami dari Tuhan seluruh alam, karena liberal itu bukan ideologi islam, bukan mabda yang harus dipertahankan.

last before end..
Terima kasih kepada adik-adik LDS Rohis Babakan Madang,
Semoga Allah mudahkan, semoga banyak yang tercerahkan.
Terima kasih sudah mau menjadi anak-anak yang selalu siap berada dibarisan terdepan menegakan yang Ma'ruf..
Allah Maha Melihat, Allah Maha Memberi. 
Allah yang akan membalas perjuangan kalian.
Tetap tegakan panji-panji Islam.
Berjuanglah menjadi remaja Anshurullah.. :')

Hiyya lillah, hiyya lillah ... Al hukmi illa Lillah..
Allahu Akbar!
LDS Rohis SMArt Babakan Madang

Kamis, 23 Januari 2014

Seperti apakah “Mahabbah” kita?



Bagaimana cara otakmu bekerja?
Bagaimana cara hatimu bekerja?
Ya otak tentu digunakan untuk berpikir dan hati untuk merasakan. Hanya saja cara kita untuk berpikir dan merasakan berbeda-beda prosesnya, berpikir menggunakan akal, merasakan menggunakan hati. Dimana perasaan atau naluri itu akan muncul kapan saja, dimana saja dan pada setiap pribadi yang memiliki hati saja, lalu ada akal kita yang membantu menyempurnakan perasaan menjadi benar sesuai pada “rulenya”. Sedikit perasaan yang saya maksud disini adalah perasaan “cinta”. Kenapa harus diberi tanda petik dua? Ya, karena ada beberapa tipe akal manusia yang mendeskripsikan kata cinta berbeda-beda. Bagi anak-anak cinta itu dia lihat dari seorang ibu yang tiap hari mengurusinya dan memberikan kasih sayang padanya, bagi remaja cinta itu adalah aku suka kamu-kamu juga suka aku – lalu kita jadian, nah bagi orang dewasa harusnya ada kalimat lain yang bisa mereka deskripsikan lebih ideal dan lebih bermakna serta sesuai dengan fitrahnya dan bisa memuaskan akal. Kenapa harus seribet itu? Jelas, karena kita sedang membicarakan kata yang amat sangat penting dan kritikal sekali untuk dicari tahu artinya, supaya kita tenang, dan supaya kita tidak banyak tertipu dan terbodohi. Loh kok serius begitu? Lah memang, tanpa kita tahu makna sebenarnya dari kata “cinta” makan akan sulit bagi kita untuk menempatkan perilaku kita nanti, karena ini memang berhubungan dengan perasaan dan kebiasaan. Supaya tidak menjadi kebiasaan yang buruk dan dapat merugikan.
Kita ganti kata cinta dengan kata baru yaitu “mahabbah” artinya sama saja. Mahabbah=cinta. Sedikit arti dari mahabbah adalah kecenderungan hati kepada yang dicintainya karena ia merasa senang kepada yang didekatnya, dan benci adalah kebalikannya. Itu pengertian cinta yang saya pahami, mengambil kutipan dari Imam Al-Ghazali.
Mahabbah itu fitrah, suci dan putih, sebagaimana pengertian yang dapat kita ambil dan pahami, maka dalam menjalankan fitrah kita itu tentu harus  adil dan sesuai dengan tempatnya. Kenapa harus begitu? Ya, memang. Sebelum kita memahamai kenapa kita harus berlaku adil dalam memperlakukan fitrah mahabbah kita, sedikit saja penjelasan tentang jenis jenis cinta.
Cinta atau mahabbah itu ternyata ada banyak jenisnya, kita lihat dan coba uraikan sedikit saja.
Pertama, ada cinta kepada Allah. Sebut saja Mahabbatullah. Jenis cinta ini adalah yang paling hakiki dan pertama, juga cinta yang paling sebenar-benarnya. Jadi kewajiban kita untuk mewujudkannya. Mengakui eksistensi dan ke EsaanNya serta menjalankan perintahnya termasuk dari cara mewujudkan rasa mahabatullah kita.
Kedua, mencintai apa yang dicintai Allah. Mahabbatu ma yuhibullah. Tentu cinta kita tak mau bertepuk sebelah tangan kan? Maka agar dapat memperoleh cinta dari Allah yang telah kita cintai, seharusnya kita juga dapat mencintai apa yang Allah cintai juga yang dengan jalannya kita dapat keluar dari kekafiran, misalnya dengan menjalankan ibadah kepada Allah, dan mencintai utusan Allah, yatiu Rasulullah.
Ketiga, cinta karena Allah dan dijalan Allah. Al-Hubbu fillah wa lillah. Yang ini jenis cinta yang menjadi syarat mahabbatu ma yuhibullah, ngga akan jadi lurus dan atau sempurna jila jalan kita mencintai Allah dan mencintai apa yang dicintai Allah tidak sesuai aturannya Allah dan syariatnya Allah. Misal mencintai saudara kita yang dilandasi keimanan. Bukan karena suka sama suka atau karena dia memiliki apa yang kita sukai.
Keempat, cinta yang mendua kepada Allah. Al-Mahabbah ma’allah. Jenis cinta ini yang sering jadi komplikasi nih, karena banyak yang menjadikan kecintaan kita pada Allah dan selain Allah itu sama kadarnya. Yang ini jelas tidak boleh diagungkan dan dijadikan kebiasaan.
Kelima, rasa cinta yang manusiawi. Al mahabbah ath-thabi’iyyah. Jenis cinta ini ya kita boleh memilikinya, karena jenis cinta ini yang sesuai dengan naluri dan watak kita untuk mencintai. Cinta ini boleh saja diwujudkan asal tidak menjauhkan kita dari mahabbatullah.
Setelah kita mengetahui beberapa jenis-jenis cinta diatas, maka kita sudah mulai mengkoreksi dan memahami sebenarnya kejadian apa yang sedang kita alami dalam hati dan perasaan kita. Bisa jadi yang kita rasakan adalah jenis cinta yang bukan semestinya dan bukan sepantasnya. Kita ambil contoh pengertian cinta yang banyak dipahami oleh orang banyak, yaitu cinta pada lawan jenis. Memang itu salah ya? Tentu tidak, itu kan fitrah dan bisa jadi anugerah. Asal saja tidak salah memperlakukannya. Jika masih emosi kita labil, maka hanya akan ada kegundahan dan keraguan karenanya. Maka pahamilah dulu mahabbah apa yang sebenarnya sedang kita alami. Terlalu lebay mengeksposenya, atau terlalu lebay memperlakukannya adalah salah kaprahnya kita mengartikan mahabbah kita, dikit-dikit mikirin dia, dikit-dikit update status tentangnya, dikit-dikit pandangin matanya, dikit-dikit pegang tangannya, eh dikit-dikit dipegang lama-lama semuanya kepegang. nah loh?
Lantas kita bawa kemana perasaan cinta kita?
Tujuan cinta?
Dan pada siapa kita melabuhkan cinta?
Only Allah. Dialah Sang Maha Pemilik Hati, Yang Maha Memberi, dan Maha Sempurna. Ya hanya pada Allah seharusnya kita melabuhkan cinta kita. Cinta pada Allah, cinta tanpa batas dan tanpa cela dan cinta yang paling banyak memberikan kebaikan pada hambaNya. Dan cinta karena Allah yang akan membahagiakan kita kelak.
Secara fitrah hati kita akan tertuju pada Allah dan cenderung mencintai Dia, karena memang Allah yang memberi kita nikmat dan Allah yang berjasa atas hidup kita. Lah yang menciptakan hati kita agar dapat hati kita timbul rasa cinta siapa lagi? Only Allah.
Cinta akan muncul sejalan dengan motivasi yang kita dapat, kita lihat bagaimana kemuliaan akan kita dapat dari Allah saat mahabbatullah kita bekerja, dan Only Allah yang lebih layak dicintai dari segalanya, karena Allah memiliki nama dan sifat-sifat yang baik dan mulia.
Rugi sekali jika ada orang yang berpaling dari cintanya Allah, karena Allah tidak meminta imbalan dan Allah memenuhi semua kebutuhan setiap mahlukNya. Begitulah cara cinta Allah bekerja pada kita.
“Tiga hal yang barang siapa mampu melakukannya maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu pertama, Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada keduanya, kedua, tidak mencintai seseorang kecuali hanya karena Allah, ketiga, benci kembali pada kekafiran sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka” (HR. Bukhari)
Sudah dapatkah kita mengerti apa yang seharusnya kita lakukan pada perasaan cinta kita?
Semuanya harus terpusat pada mahabbatullah, dan mahabbah fillah, juga mahabbah kepada sesuatu yang dapat mengingatkan kita pada keduanya. Allah dulu. Allah sekarang. Allah nanti.
Maka jauhilah dari mahabbah ma’allah. Bisa jadi itu kemusyrikan dan aplikasi cinta yang tercela.
#LovebecauseAllah #UhibbukumFillah J

Selasa, 24 Desember 2013

Jika lelah, Ingatlah kalimat ini Er!

Sedikit penyemangat kala hati ini sedang lelah, lelah bukan karena badan ini menuntut untuk beristirahat. Tapi, lelah saat bertemu dengan orang - orang yang sulit untuk diajak amanah apalagi sedikit mengorbankan waktunya ketika sudah aqad dengan saya, sungguh sedikit-sedikit hal itu menggerus rasa semangat saya.
But, Doesn't kill make you stronger?!

Tulisan ini saya ambil dari kutipan bukunya "Muhammad Choirul Anam - Kota Roma Menanti Anda."

Wahai saudaraku....

Tiada kata paling tepat dan paling indah untuk Anda yang telah mengabdikan diri di jalan Allah, kecuali kata: Selamat.

Berbahagialah. Sebab, diantara sekian banyak hamba Allah, Anda termasuk orang yang terpilih untuk melanjutkan tugas para Nabi dan Rasul.

Bersyukurlah. Sebab, tidak semua orang mendapatkan kebahagiaan untuk berjuang dan mengabdikan diri di jalan Allah. Tak banyak orang yang rela dan sanggup untuk ikut berperan dalam mengubah kondisi masyarakat yang rusak menjadi lebih baik, seperti Anda.

Sungguh, Anda termasuk hamba Allah yang beruntung. Itulah yang dikatakan Rasulullah. beliau bersabda, "Islam datang dalam keadaan asing, dan akan kembali asing sepeti semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing." Ditanyakan kepada Rasulullah, "Siapakah orang yang asing itu?" Rasul menjawab, "Yaitu orang -orang yang melakukan perbaikan (islah) pada saat manusia pada umumnya rusak." (HR. Thabrani)

Orang asing yang beruntung itu adalah Anda. Sebab, Anda telah bersedia mencurahkan tenaga, harta dan pikiran untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan sistem yang rusak, disaat kebanyakan orang disibukan dengan urusan pribadinya masing-masing.

Yang memilih Anda adalah Allah, Pencipta Alam. Yang Memuji Anda adalah Rasulullah, Pemimpin para Nabi. Betapa hebat apa yang Anda lakukan sehingga Rasulullah sampai memuji Anda sebagai orang-orang yang berbahagia. Masihkah ada kebahagiaan lain di banding pujian Rasulullah?

Apakah dunia dan segala isinya ini bisa disejajarkan dengan pujian beliau?

Sekarang, mari kita bayangkan. andai saja di tempat kerja, kita dipilih oleh atasan untuk menjalankan tugas khusus, padahal ditempat kerja itu masih banyak orang yang secara akademik atau menurut pertimbangan lain lebih mampu. Lalu, kita diberi pujian atau reward yang mengagumkan, bagaimana perasaan kita?
Atau misalnya kita seorang mahasiswa, kemudian kita dipilih oleh rektor untuk melakukan riset khusus, lalu hasil kerja kita dipuji dan kita diberi gift khusus. Apakah kita tidak bahagia?
Atau kita dipilih presiden untuk melakukan misi khusus, kemudian ia memuji kita dan memeberi imbalan yang sangat besar nilainya, bukankah kita orang yang sangat beruntung?

Padahal saat ini, yang memilih kita bukan sekedar pimpinan, rektor, atau presiden. Tetapi yang sekarang memiilh Anda adalah penguasa alam semesta raya dan yang memuji Anda adalah pemimpin para Nabi dan Rasul.
Sungguh, Anda adalah manusia yang paling beruntung saat ini.